Selain menghilangkan pigmentasi di kulit, terapi laser juga bisa dimanfaatkan untuk pengencangan kulit wajah, menghilangkan bulu, pengencangan kulit tubuh, pelangsingan, mengatasi jerawat, pemancungan hidung, atau pelebaran mata. Namun, menurut Kusmasrinah Bramono, dokter spesialis kulit dari Jakarta Skin Centre, terapi laser untuk mengurangi keriput paling banyak disukai kaum wanita.
Misalnya saja di RSCM Jakarta, angka kunjungan bedah plastik di rumah sakit tersebut adalah untuk perawatan estetika. "Saat ini makin banyak orang yang khawatir pada penuaan. Kebanyakan memilih terapi laser untuk rejuvenation atau meningkatkan kekenyalan kulit," kata Rin, panggilan akrab Kusmarinah.
Kebanyakan konsumen memilih terapi laser karena alasan lebih cepat mendapatkan hasil yang diinginkan, selain juga karena tanpa efek samping. Menurut Rin, bila dibandingkan dengan obat topikal (krim oles) atau dermabrasi dan peeling, terapi laser memang lebih efektif mengencangkan kulit.
Meski begitu, tetap ada aturan pasca tindakan yang perlu dipatuhi oleh pasien agar hasil laser lebih maksimal. "Ada jenis terapi laser yang membutuhkan waktu pemulihan tiga bulan," jelas Rin. Selama proses pemulihan, pasien tidak diperbolehkan berada di bawah sinar matahari agar kulit tidak infeksi.
Seperti dijelaskan oleh dokter Rin, cara kerja sinar laser adalah dengan membuat luka atau peradangan di dalam kulit akibat panas dari sinar laser. "Peradangan ini diperlukan untuk merangsang keluarnya asam aminopeptide yang akan memberi sinyal pada sel untuk melakukan regenerasi," ujarnya. Sehingga kulit lebih banyak memproduksi kolagen agar kulit terlihat kencang.
Menurut jenisnya, ada beberapa jenis terapi laser, yakni laser ablatif dan non ablatif. Teknik laser ablatif merupakan jenis laser yang menimbulkan luka di luar atau bertindak seperti pengelupasan. Laser ini menggunakan panjang gelombang 532 nm, dan 1064 nm. Teknik ablatif cukup dilakukan satu kali dalam sebulan. "Laser ablatif membutuhkan waktu tiga bulan untuk pemulihan namun hasilnya lebih bagus dan biayanya lebih murah," kata dokter yang juga staf pengajar di Fakultas Kedokteran UI ini.
Sayangnya waktu pemulihan yang lama dan efek kemerahan di wajah membuat laser ablatif kurang disukai. Pasien lebih menyukai laser non ablatif yang memanfaatkan panas untuk merangsang pertumbuhan kolagen. "Lukanya ada di dalam namun tetap ada efek kemerahan sedikit. Hasilnya tidak sebagus yang ablatif, " kata Rin. Teknik yang dilakukan selama 30 menit ini perlu dilakukan paling tidak lima kali dalam sebulan.
Perkembangan teknologi yang pesat saat ini memungkinkan pasien mendapatkan terapi laser fraxel yang menggabungkan teknik ablatif dan non ablatif. "Dengan cara ini luka yang dibuat kecil-kecil sehingga penyembuhannya lebih cepat namun hasilnya sebagus laser ablatif," papar Rin.
Segala usia
Meski terapi laser banyak dilakukan oleh wanita dewasa, namun menurut Rin anak-anak pun boleh mendapatkan terapi ini. "Bisa untuk menghilangkan tanda lahir yang mengganggu penampilan," katanya. Namun, Rin mengingatkan kalau terapi sinar laser menimbulkan rasa panas di kulit sehingga akan terasa sakit.
Meski setiap orang bisa melakukan tindakan laser, namun ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh pasien. Antara lain mencari informasi yang lengkap sebelum melakukan tindakan, mengetahui pilihan-pilihan terapi dan perawatan pasca tindakan, serta kesiapan mental pasien sendiri.
Selain itu, yang tak kalah penting adalah mengetahui biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan hasil seperti yang diinginkan. Menurut Rin, untuk setiap kali tindakan laser, pasien harus mengeluarkan uang dua juta rupiah. Padahal, untuk mendapatkan hasil maksimal tidak mungkin hanya dilakukan dalam satu kali tindakan.
EmoticonEmoticon